Drama Dugaan Perusakan Ekosistem Lingkungan Demi Kepentingan Pribadi Pejabat Memasuki Babak Panas.
KENDARI- Himpunan Mahasiswa Islam (HMI MPO) Cabang Kendari melancarkan protes keras di Kantor DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis (4/12/2025), menuntut parlemen segera menyalakan 'lampu kuning' penyelidikan terhadap Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) terkait pembangunan rumah pribadinya yang dituding menggasak kawasan lindung mangrove Teluk Kendari.
Aksi massa ini bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan lemparan gugatan hukum dan moral yang menohok. Mahasiswa menuding pembangunan di Jalan Malaka itu adalah simbol dari arogansi kekuasaan yang mengabaikan keselamatan ekologis.
Tembok Hukum Pejabat Runtuh di Tangan Mahasiswa
Ketua Umum HMI Cabang Kendari, Agusta Ngkurere, membongkar klaim dasar hukum yang digunakan oleh pemerintah daerah. Ia menegaskan, rujukan pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Kendari Nomor 21 Tahun 2021 tentang RDTR Central Business district Teluk Kendari adalah dalih kosong.
“Kami telah menguliti Perwali itu. Tidak ada satu pasal pun yang memberikan karpet merah untuk mengalihfungsikan mangrove menjadi pondasi rumah pribadi. Ini bukan hanya dugaan pelanggaran, tapi penyalahgunaan tafsir hukum demi memuluskan proyek,” gertak Agusta dalam orasinya waktu lalu.
Kajian HMI memperkuat tuduhan: kawasan mangrove, secara nasional, wajib masuk dalam Zona Perlindungan Setempat atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) Lindung, sebuah zona yang haram disentuh oleh pembangunan non-ekologis.
4 Pelanggaran Kunci: Dari Pesisir Hingga Tata Ruang
Koordinator Lapangan, Gito Roles, menekankan bahwa harga dari pembangunan ini adalah rusaknya jantung ekosistem Teluk Kendari. Ia merinci setidaknya empat benteng hukum yang diyakini telah diterobos:
1. UU No. 27/2007 jo. UU No. 1/2014: Pelindung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2. UU No. 32/2009: Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
3. Permen LHK No. P.103/2018: Syarat ketat dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL).
4. PP No. 21 Tahun 2021: Kepatuhan mutlak terhadap pola ruang dalam Rencana Tata Ruang (RDTR).
“Mangrove adalah benteng alami Teluk Kendari. Jika benar lahan ini dibuka dengan modal penyalahgunaan kewenangan, maka ini adalah pengkhianatan terhadap lingkungan yang harus diselidiki tuntas,” tambah Gito.
DPRD Ditantang: Tim Khusus atau Lindungi Kekuasaan?
Aksi ini memposisikan DPRD Provinsi Sultra di persimpangan krusial. Mahasiswa mendesak dua langkah penting:
- Bentuk Tim Khusus Pengawasan untuk melakukan investigasi lapangan.
- Wajibkan Pemerintah Buka Dokumen Rahasia: Transparansi penuh atas Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dan dokumen lingkungan (AMDAL/UPL/UKL).
Andi Basri, Staf Advokasi HMI, menutup pernyataan dengan sebuah ultimatum moral. "Seorang Gubernur seharusnya menjadi teladan tertinggi dalam kepatuhan hukum, bukan sebaliknya. Jika dugaan memuluskan rumah pribadi ini benar, aparat penegak hukum harus turun tangan. Kami akan terus meluaskan konsolidasi hingga kasus ini terang benderang."
Kasus ini kini menjadi ujian integritas bagi DPRD Sultra, untuk membuktikan apakah mereka berpihak pada aturan hukum dan kelestarian lingkungan atau kekuatan pejabat tertinggi di Bumi Anoa. (HL)

0 Komentar